PPAD
Serba-serbi

Ini Empat Paradigma yang Perlu Diubah Dalam Mengatasi Krisis Iklim

PPAD Prosperity—Global warming terjadi karena ketidakseimbangan energi di biosfer (antara emisi dan absorpsi). Sektor energi seperti listrik, transportasi dan industri memberikan kontribusi emisi yang sebesar 85 persen. Karena ketiganya masih tergantung pada sumber daya fosil. Di sisi lain, absorber CO2 semakin berkurang karena rusaknya hutan dan terumbu karang. Faktor penyebabnya sangat kompleks, kata Andang.

Demikian disampaikan Dr Andang Widi Harto, pakar bidang riset transfer panas, pengayaan bahan bakar dan transdisiplin Universitas Gadjah Mada, dalam diskusi yang digelar Forum Wacana (FW) IPB University baru baru ini.

Selain Dr Andang Widi Harto, FW IPB Univeristy juga menghadirkan narasumber Dr Hendrajit sebagai pengkaji geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI). Diskusi tersebut bertajuk “Retorika Palsu Negara Industri untuk Mengatasi Krisis Iklim”.

“Solusi perubahan iklim global ada dua, yaitu solusi engineering dan solusi paradigmatik. Solusi engineering dilakukan dengan mengganti sistem energi, industri dan transportasi yang berbasis fosil menjadi non emitter, bahkan kalau bisa dikonversi menjadi absorber CO2. Akan tetapi, ini tidak mudah karena kita perlu effort berupa riset dan disitu juga perlu biaya,” jelas Andang sebagaimana dikutip dari laman ipb.ac.id

Selain itu, lanjut Andang, ada empat paradigma yang perlu diubah dalam mengatasi krisis iklim. Pertama, paradigma antroposentris bahwa manusia dianggap penguasa alam sehingga mereka bisa mengeksploitasi alam. Seharusnya, alam dikelola secara bijak agar sustainable.

“Kedua, paradigma economic driven technology development yang berorientasi pada keuntungan, seharusnya diubah menjadi planned and evaluated technology. Boleh saja teknologi ditujukan untuk memberikan economy benefit dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, juga harus diimbangi dengan benefit yang lain seperti ecology benefit dan social benefit,” ungkap Andang.

Paradigma ketiga, sebutnya, berkaitan dengan kebutuhan manusia dan pemenuhannya. Menurut dia, manusia mesti menyadari bahwa alam mempunyai batasan. Jika semua yang diinginkan manusia harus dipenuhi maka risikonya alam akan menjadi berantakan.

Terakhir, paradigma mendasar mengenai pandangan manusia, alam dan kehidupan serta bagaimana peran manusia di alam semesta (bumi). Manusia berperan sebagai pengelola.

“Dalam hal ini, negara memegang peran sentral dalam mengatur konsep-konsep kepemilikan, pengusahaan, dan financing melalui berbagai kebijakan,” ucapnya.***ipb.ac.id/din

Related posts

Top Up Google Play melalui DIGI by bank bjb, Praktis dan Bisa Bawa Pulang Rewards Jutaan Rupiah

admin

Dampak Emisi Gas Rumah Kaca hanya Bisa Diatasi dengan Sistem Pertanian Berkelanjutan

admin

Presiden: Kita Membutuhkan Data yang Akurat, Sensus Pertanian Sangat Penting

admin

‘Loper Koran Jadi Jenderal’ Ungkap Pahit Getir Kehidupan Jenderal Dudung hingga Jadi Sosok Tangguh

admin

bank bjb Hadirkan Promo Menarik di Konser Now Playing Festival Iconic Momento 2023

admin

Teknik Deteksi Identifikasi Virus pada Tanaman Pangan

admin

Leave a Comment