PPAD prosperity— Guru Besar IPB University, Prof Ulfah Juniarti Siregar temukan cara menyeleksi bibit pohon sengon yang tahan terhadap hama dan penyakit. Dengan menggunakan genome wide selection, Prof Ulfah bisa menentukan bibit yang resisten terhadap serangan hama boktor dan penyakit karat tumor.
Ia menjelaskan kontribusi hutan tanaman rakyat saat ini semakin penting dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri kayu nasional. Peran hutan tanaman rakyat mencapai 46 persen. Kayu sengon mendominasi hutan tanaman rakyat terutama di Jawa, karena pohon sengon mudah beradaptasi dengan lingkungan yang ada.
“Akan tetapi, keberadaan hutan tanaman sengon monokultur yang melimpah ini telah mendatangkan serangan hama penggerek batang boktor dan penyakit karat tumor. Serangan hama dan penyakit ini melanda hampir seluruh populasi sengon di Jawa secara bersama-sama,” ujar Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University ini saat Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah, (8/12/2022) di Bogor.
Menurutnya, upaya pengendalian hama boktor dan penyakit karat tumor ini sudah diupayakan sejak mulai timbulnya pandemi, tetapi metode pengendalian yang efektif dan efisien belum ditemukan. Bila tidak dikendalikan maka hama boktor dan penyakit karat tumor ini dapat merusak pertanaman hingga 70 persen.
“Kami berpikir untuk menanam jenis sengon unggul yang resisten terhadap serangan hama dan penyakit tersebut melalui program pemuliaan pohon sengon. Program pemuliaan pohon konvensional mempunyai kendala. Seperti umur pohon yang panjang serta membutuhkan lahan yang luas untuk penanaman uji coba. Dengan demikian dana yang diperlukan juga besar. Oleh karena itu, proses pemuliaan perlu dipersingkat dan dibantu dengan teknologi baru,” jelasnya.
Prof Ulfah dan tim kemudian memanfaatkan teknik molekuler, genomik transkriptomik serta bioteknologi untuk program pemuliaan. Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa ada pohon sengon yang tahan terhadap serangan hama bokot dan penyakit karat tumor. Hal ini dimungkinkan karena populasi sengon di Jawa mempunyai keragaman genetik yang cukup besar sebagai modal dasar seleksi.
“Individu yang resisten terhadap hama boktor ternyata mempunyai mekanisme pertahanan biokimia. Kami kemudian berupaya untuk mengungkap gen-gen yang bertanggung jawab terhadap mekanisme resistensi pada sengon ini. Kami lakukan berbagai pendekatan, mulai dengan penggunaan penanda molekuler dan sekuensing hasil PCR,” tuturnya.
Namun, lanjutnya, pendekatan ini hanya berhasil mengidentifikasi sejumlah kecil gen-gen resistensi. Dengan kerumitan-kerumitan tersebut, program pemuliaan pohon sengon untuk resistensi terhadap hama boktor dan penyakit karat tumor disarankan untuk menerapkan metode “genome wide selection”.
“Metode genome wide selection ini menggunakan penanda SNP (Single Nucleotide Polymorphism) dalam jumlah yang cukup banyak serta tersebar pada seluruh genom tanaman sengon. Hasilnya menunjukkan bahwa penanda tersebut dapat digunakan untuk membantu mempercepat program pemuliaan pohon sengon unggul yang resisten terhadap hama boktor dan penyakit karat tumor,” ujarnya.
Saat ini Prof Ulfah sedang menerapkan genome wide selection dengan Perum Perhutani dan mulai mensosialisasikan kepada petani hutan rakyat.
“Cara seleksi dengan genome wide selection ini mudah. Hanya saja, analisa molekulernya tentu tidak dapat dilakukan oleh petani sendiri. Karena itu nanti kami akan merilis klon-klon unggul yang sudah di cek secara molekuler. Dengan demikian petani tinggal memakai klon unggul, tanpa repot cek molekuler,” imbuhnya.***ipb.ac.id