pada peringatan satu tahun keberpulangannya
tak cukup tua
untuk dia membuktikan keberjasaannya
tak seperti kebanyakan orang
yang gila hingga umurnya senja
dan bau tanah badannya
kekuasaan dan jabatan
memang kuasa menjadikan orang lupa daratan
melulu berada di awang-awang
“hidup hanya sekali
kenikmatan dunia menjadi orientasi”
itulah falsafah hidup
hamba-hamba kegelapan
ya
berbeda dengan kebanyakan orang
persona ini kelewat mempesona
setidaknya bagi orang-orang yang mengenalnya
dia memang bukan malaikat terang
namun keberhadirannya menerangi
kegelapan alam pikiran
tak kurang pembuktian
sebuah lembaga pendidikan
memberikannya gelar kehormatan
atas kerja mulianya untuk alam dan lingkungan
bintang di pundaknya
tak lantas menjadikannya jauh
dari bumi kehidupan yang kelewat dicintai
bintang di bahunya
tak membuat silau mata bathinnya
untuk kemudian menjadikannya pongah dan jumawa
bagai penguasa yang lupa habitat asalinya
sajak ini
bukan puja puji asal jadi
namun peringatan
akan sebuah pengabdian dan kehormatan
yang didemonstrasikan oleh seorang anak manusia
yang hari ini telah meninggalkan kita semua
tepat satu tahun keberpulangannya
sajak ini
tak cukup
tak!
untuk menarasikan
pengabdiannya
kelewat tak berarti
untuk membaitkan pribadinya yang sejati
“hidup dalam Tuhan
mati adalah keberuntungan”
walau kesedihan bagi yang ditinggalkan
sajak ini ingin kuhentikan sampai di sini
sembari kupanggili namanya
dengan aroma suara
seharum bunga-bunga
doni…doni…doni…
abadilah dalam ingatan
setiap hati
3 Desember 2024
Haris Priadie Bah
(Puisi sederhana ini aku pikir-tuliskan secara spontan berdasarkan atas kekagumanku
pada sosok Doni Monardo, yang tidak kukenal sama sekali itu, hanya kubaca lewat
catatan-catatan kawan baikku, Egy Massadiah, seorang jurnalis senior yang tulisan-
tulisannya kurasakan memiliki nuansa humanis yang kental)