PPAD Prosperity— Tidur sepertinya sesuatu yang sepele. Namun pada sebagian orang menjadi masalah. Entah karena pekerjaan atau hal lainnya, orang terpaksa begadang sehingga akhirnya menjadi kebiasaan. Selanjutnya, menjadi insomnia. Tidak jarang seseorang mengonsumsi obat tidur untuk menanganinya.
“Sesuatu yang sederhana itu jika tidak kita jaga dapat menimbulkan banyak penyakit. Maka pola tidur yang salah ini butuh kepedulian,” ujar Ahli Sleep Disorders Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) dr Wardah Rahmatul Islamiyah SpN(K)
Menurutnya, obat tidur sebaiknya tidak menjadi opsi alternatif untuk menangani sulit tidur. Obat tidur seperti CTM hanya menyebabkan kantuk. Namun, tidak membuat tidur menjadi lelap, tidak nyaman, dan menyebabkan kantuk berkepanjangan. Sehingga tidak baik untuk dikonsumsi.
“Efek sampingnya akan menyebabkan ketergantungan. Awalnya efeknya bagus, lewat dua minggu ga berefek, sehingga berpikir kok ga mempan. Kemudian cenderung meningkatkan dosis, hingga berkemungkinan overdosis,” tuturnya.
Dalam beberapa kondisi, lanjutnya, dokter memang memberikan obat tidur berupa hormon melatonin eksogen untuk membantu pasien yang kesulitan tidur. Namun, penggunaan obat tersebut juga dibatasi.
“Penggunaan obat ini (hormon melatonin eksogen, red) tidak lebih dari dua minggu. Sebab, akan berisiko menghentikan produksi melatonin secara alami,” tuturnya sebagaimana dikutip dari laman unair.ac.id
Picu Berbagai Penyakit
Begadang, ungkap dr Wardah, membuat organ pencernaan yang seharusnya beristirahat tetap bekerja. Kebiasaan tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya obesitas, diabetes, dan GERD.
Selain itu, begadang akan membuat seseorang kehilangan kebutuhan tidurnya. Jam tidur yang berkurang tersebut akhirnya menyebabkan kantuk sehingga menurunkan kinerja seseorang saat pagi.
“Kalau kinerjanya menurun, akhirnya dia akan punya kebiasaan minum kopi. Kopi tentu saja dengan segala plus minus-nya, kalau dalam jumlah yang banyak akan berefek meningkatkan tensi dan penyakit jantung,” jelas dokter saraf Rumah Sakit Universitas Airlangga tersebut.
Begadang otomatis membuat seseorang beraktivitas pada malam. Mulai belajar, bekerja, olahraga, bahkan sekadar menonton dan bermain. Hal tersebut membuat hormon kortisol yang seharusnya rendah pada malam hari secara otomatis meningkat.
“Orang yang kortisolnya tinggi akan mudah stres dan depresi. Keesokan paginya dia baper. Mudah marah, mood-nya ga stabil. Apalagi dia main game online ya, menang jadi lebih excited. Kalah pun dia marah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kortisol yang meningkat memicu denyut jantung meningkat. Selain itu juga kortisol dapat menyebabkan hipertensi (tekanan darah tinggi, red).
“Kortisol meningkat, ditambah dengan ngopi, ngemil, ngerokok. Nah, ini yang meningkatkan banyak kejadian serangan stroke dan jantung saat bangun tidur pagi, atau sudden death,” ujar Ahli Sleep Disorders tersebut.
Tidur Berkualitas Sesuai dengan Kuantitas
Mengembalikan jam tubuh dan mengubah pola tidur tentu tidak dapat instan. Ahli sleep disorders FK UNAIR itu mengungkapkan, tidur berkualitas bergantung pada kuantitas waktu tidur. Umur yang berbeda memiliki kebutuhan waktu tidur yang berbeda pula.
“Anak-anak kebutuhannya 10 jam, remaja 8 jam, dewasa 6 jam. Sementara lansia hanya butuh 4 sampai lima jam saja. Tidur melebihi jam itu biasanya tidak bisa, yang ada tidurnya tidak berkualitas,” tuturnya.
Ia juga menyebutkan, olahraga dan beraktivitas di pagi hingga siang hari dapat membantu tidur menjadi berkualitas. Keadaan tubuh yang lelah sehabis beraktivitas membuat tidur menjadi lebih lelap.
Terapkan Perilaku Sleep Hygine
Berdasarkan ilmu kedokteran, tidur berkualitas ialah tidur yang mencapai stadium tiga atau deep sleep yang membutuhkan waktu 1,5 jam dari saat terlelap. Pada kondisi tersebut, manusia tidak mudah dibangunkan. Perilaku sleep hygine atau prosesi menjelang tidur dapat menjadi salah satu cara untuk membantu mendapatkan kondisi tersebut
“Terapkan makan berat maksimal dua jam sebelum tidur. Supaya organ cerna kita kerjanya tidak terlalu berat,” ujarnya.
Ia juga menyarankan untuk berolahraga tidak lebih dari empat jam sebelum tidur, sehingga hormon kortisol tidak tinggi saat akan tidur. Selain itu, menciptakan situasi dan ruangan yang nyaman sebelum tidur juga penting dilakukan. Misalnya, mematikan lampu atau meredupkan lampu dari biasanya.***unairnews/din