PPAD
KesehatanSerba-serbi

Virus Nipah dan Potensinya Menjadi Pandemi Baru

PPAD Prosperity— Kita baru saja melewati masa pandemic Covid-19. Itu pun belum benar-benar ‘bersih’ , dalam artian walaupun pandemic Covid dinyatakan sudah selesai, namun Covid-19 belum benar-benar hilang. Masih ada, meski jumlah penularannya semakin mengecil.

Saat ini situasi boleh dibilang sudah normal, mobilitas sudah seperti biasa. Interaksi sosial berjalan normal, meski sebagian orang masih merasa perlu memakai masker demi keamanan.

Namun kegembiraan kembalinya kehidupan normal, belakangan agak sedikit terusik lantaran muncul kabar adanya virus Nipah yang tak kalah berbahayanya dengan Covid-19.

Memang belum terdengar kabar kalau virus mematikan itu ada di Indonesia. Namun belakangan pemberitaan gencar terkait virus tersebut ada India, persisnya di Negara Bagian Kerala. Kabarnya virus tersebut menginfeksi sejumlah warga, dua di antaranya belum lama ini meninggal dunia.

Meskipun penyebarannya belum seluas Covid 19, namun kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Harapannya jangan sampai terjadi lagi seperti Covid-19 yang akhirnya menjadi pandemic dunia selama tiga tahun.

Apa sebenarnya virus Nipah ini? Bagaimana gejalanya?

Dikutip dari laman alodokter, virus Nipah adalah infeksi yang menular berbahaya dari hewan ke manusia. Virus ini pernah mewabah di Malaysia dan menyebar secara luas hingga ke Singapura, Bangladesh, dan India. Virus Nipah kini disebut bepotensi menjadi pandemi, mengingat penyebaran infeksinya tergolong cukup cepat.

Virus Nipah merupakan tipe virus RNA yang berasal dari genus Henipavirus. Penularan awal dari virus Nipah terjadi dari kelelawar buah ke hewan ternak, seperti babi, kuda, kambing, domba, kucing, dan anjing.

Kasus wabah virus Nipah pertama terjadi pada tahun 1999, di area peternakan babi di Sungai Nipah, Malaysia. Sejak saat itu, infeksi virus Nipah meluas dengan cepat ke beberapa negara Asia.

Benarkan Virus Nipah akan Menjadi Pandemi Baru?

Di Indonesia, infeksi virus Nipah sebenarnya masih sulit terdeteksi karena belum adanya laporan kasus dan keterbatasan alat dan sistem untuk penapisan awal. Namun, mengingat Indonesia adalah negara yang punya populasi kelelawar buah, risiko penyebaran virus ini tetap ada.

Infeksi virus Nipah memiliki angka kematian yang tergolong cukup tinggi, yaitu sekitar 40–75%. Virus ini bisa menular dari hewan ke manusia (zoonosis) melalui kontak dengan cairan tubuh hewan atau manusia yang terinfeksi. Selain itu, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko penularan virus Nipah, yaitu:

– Konsumsi buah, makanan, atau air nira mentah yang terkontaminasi virus Nipah

-Paparan atau kontak erat langsung dengan hewan terinfeksi dan cairan tubuhnya, misalnya darah, urine, dan air liur

-Kontak erat dengan penderita atau cairan tubuhnya, termasuk droplet, urine, dan darah

-Peternak hewan, terutama di area peternakan yang dekat dengan populasi kelelawar

-Petugas kesehatan yang merawat pasien terinfeksi virus Nipah atau tenaga laboratorium yang mengelola spesimen pasien terinfeksi virus Nipah

-Baru saja melakukan perjalanan ke daerah wabah virus Nipah

Cara penularan yang tergolong beragam, termasuk dari droplet atau lendir saluran napas yang keluar saat bersin atau batuk, membuat virus Nipah lebih cepat menyebar, baik ke hewan ternak maupun manusia.

Inilah yang menjadi alasan mengapa infeksi virus Nipah ditakutkan menjadi pandemi baru bila upaya pencegahan dan pengendalian penyakit terlambat dilakukan.

Apa Saja Gejala dan Bahaya Virus Nipah?

Lama waktu munculnya gejala dari awal terinfeksi atau dikenal juga dengan masa inkubasi dari virus Nipah umumnya adalah sekitar 4–14 hari. Gejala infeksi virus Nipah bisa bervariasi pada tiap orang, mulai dari yang tidak bergejala hingga yang berat.

Namun, pada umumnya, pada fase awal akan muncul gejala mirip flu atau infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yaitu:

Demam

Sakit kepala

Batuk

Sakit tenggorokan

Sesak napas

Diare

Muntah

Jika berlanjut, infeksi virus Nipah akan masuk ke fase peradangan atau pembengkakan otak (ensefalitis). Gejala saat seseorang sudah masuk fase radang otak bisa memburuk dalam waktu cepat, yaitu sekitar 24–48 jam. Beberapa gejala radang otak akibat virus Nipah adalah pusing berat, kantuk yang tidak tertahankan, kebingungan, kejang, hingga koma.

Sampai saat ini belum ada obat yang efektif untuk mengatasi virus Nipah. Pengobatan difokuskan untuk meredakan gejala, misalnya pemberian paracetamol untuk meredakan demam atau mencukupkan cairan untuk mencegah dehidrasi.

Obat-obatan tertentu, seperti ribavirin atau antibodi monoklonal masih diteliti lebih lanjut efektivitasnya. Begitu pun belum ada vaksin yang bisa mencegah infeksi virus Nipah.

Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko terpapar virus Nipah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain tidak mengonsumsi nira mentah, sebisa mungkin tidak bepergian ke area wabah, menerapkan etika batuk, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, dan segera melakukan isolasi bagi ternak atau seseorang yang dicurigai terinfeksi virus Nipah.

Jika Anda mengalami gejala infeksi virus Nipah, terlebih memiliki riwayat perjalanan ke wilayah endemik dan memiliki kontak dengan hewan atau orang yang sakit, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.

Nantinya, dokter akan melakukan pemeriksaan lengkap, termasuk dengan melakukan pemeriksaan RT-PCR dan ELISA untuk menegakkan diagnosis infeksi virus Nipah.***alodokter/di

Related posts

Presiden Minta Perusahaan Tambang Tiru Upaya PT Vale Indonesia Perbaiki Lingkungan

admin

Presiden: Kita Membutuhkan Data yang Akurat, Sensus Pertanian Sangat Penting

admin

Ancaman Tsunami Nyata, BMKG Dorong Negara-Negara Segera Bentuk Tsunami Ready Community

admin

Inovasi: Suplemen dari Limbah Mata Ikan Tuna

admin

Silaturahmi Kasad dengan Pemred Media di Hari Jadi Penerangan TNI AD

admin

Program Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi Diluncurkan

admin

Leave a Comment