PPAD Prosperity— Infeksi Covid-19 dapat berkembang dengan cepat dari kondisi tanpa gejala hingga kondisi yang mengancam jiwa. Gejala yang dirasakan oleh setiap pasien cenderung bervariasi, biasanya terjadi 2-6 minggu pasca infeksi.
Namun, sekitar 30% pasien Covid-19 mengalami long-term Covid-19 atau masih merasakan gejala setelah dinyatakan sembuh dalam kurun waktu lebih dari 6 minggu. Gejala ini meliputi kelelahan, kesulitan berkonsentrasi, sulit tidur, artralgia, faringitis, mialgia, sakit kepala, demam, gangguan gastrointestinal, dan ruam kulit.
Dikutip dari unair.ac.id, kondisi long-term Covid-19 masih belum dapat dijelaskan. Peneliti memperkirakan hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh adanya kerusakan sel secara masif, adanya interaksi diluar batas normal antara komponen pada sistem imun, serta kondisi pro-koagulan pasca infeksi.
Selain itu, long-term Covid-19 kemungkinan terjadi karena penderita harus menanggung beban fisik dan mental, yang keduanya dapat saling mempengaruhi keparahan penyakit.
Long-term Covid-19 dapat terjadi pada semua pasien, namun kelompok lansia dan wanita memiliki risiko lebih besar untuk mengalami long-term Covid-19. Sejauh ini di Indonesia, belum banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi long-term Covid-19.
Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap long-term Covid-19 pada survivor Covid-19 sehingga dapat digunakan sebagai dasar ketepatan penanganan dan promosi kesehatan kepada masyarakat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 101 responden, sebagaian besar (76%) mengalami long-term Covid-19. Gejala ini dialami setelah 4 hingga 12 minggu pasca infeksi.
Gejala yang dikeluhkan oleh responden meliputi nyeri dada dan otot, kelelahan, sesak napas, dan penurunan fungsi kognitif. Penelitian ini menemukan bahwa long-term Covid-19 dipengaruhi oleh komorbid, tipe perawatan, dan durasi perawatan. Faktor lain meliputi jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, riwayat vaksinasi, serta kota domisili ditemukan tidak berpengaruh terhadap long-term Covid-19.
Penelitian ini menunjukkan bahwa asma merupakan komorbid yang paling banyak diderita oleh responden (5,94%), disusul dengan hipertensi (2,97%), dan penyakit jantung koroner (0,99%).
Literatur lain menyebutkan bahwa seseorang dengan komorbid berisiko 14,5 kali mengalami long-term Covid-19. Asma, penyakit jantung koroner, dan kelainan paru merupakan komorbid yang perlu diwaspadai pada pasien Covid-19 karena hal ini berhubungan dengan percepatan keparahan penyakit.
Penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang membutuhkan perawatan di rumah sakit berisiko 3,15 kali mengalami long-term Covid-19 daripada responden dengan tipe perawatan self-isolation.
Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa responden dengan durasi perawatan panjang ketika berada di fasilitas pelayanan kesehatan (≥28 hari) berisiko 69,13 kali mengalami long-term Covid-19 daripada responden dengan durasi perawatan sedang (11-27 hari).
Sedangkan, responden dengan durasi perawatan sedang (11-27 hari) berisiko 6,18 kali mengalami long-term Covid-19 daripada responden dengan durasi perawatan pendek (0-10 hari). Oleh sebab itu, maka semakin tinggi durasi perawatan pasien akan disertai dengan tingginya risiko pasien mengalami long-term Covid-19.
Covid-19 merupakan infeksi dengan perkembangan yang cepat dan tingkat penularan tinggi. Infeksi Covid-19, terutama pada penderita long-term Covid-19 dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup. Bahkan, sekitar 50% penderita long-term Covid-19 masih mengalami napas pendek sampai dengan 12 minggu setelah dinyatakan sembuh. Penelitian ini menjelaskan lebih detail mengenai bagaimana karakteristik responden dapat memengaruhi long-term Covid-19.***unair.ac.id