PPAD
KesehatanSerba-serbi

Junk Food dan Efeknya pada Kesehatan, Waspadalah!

PPAD Prosperity— Makanan siap santap seperti pizza, hamburger, kentang goreng, ayam goreng, dll, memiliki banyak penggemar. Tak heran karena makanan ini selain rasanya enak, mengeyangkan juga harga relatif ramah di kantong. Makanan-makanan ini kerap disebut dengan junk food lantaran mengandung kalori, lemak, gula,dan garam yang tinggi.

Meski rasanya lezat dan harganya relatif terjangkau, sebaiknya jangan sering mengkonsumsinya karena makanan-makanan jenis ini jika terlalu sering dikonsumsi bisa memberi dampak serius pada tubuh.

Dikutip dari laman unair.ac, id, dosen sekaligus Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Siti Rahayu Nadhiroh SKM M Kes menyebut,  junk food rendah akan zat-zat gizi seperti vitamin dan mineral, namun tinggi akan kandungan energi, garam, gula, atau lemak. 

Kenapa disebut junk food? Itu karena makanan jenis ini tidak berperan dalam pola makan yang sehat. Khususnya jika dikonsumsi secara berlebihan. 

Dr Nadhiroh menjelaskan, memang muncul keraguan atas klaim bahwa konsumsi junk food berdampak serius. Hal itu terjadi karena efek terlalu banyak atau mengonsumsi junk food  berlebihan bersifat jangka panjang. Baru ketika masalah kesehatan muncul pada kemudian hari, orang menyadari konsekuensinya. Studi dan penelitian telah membuktikan efek negatif jangka panjang dari kebiasaan mengkonsumsi junk food itu.

“Dampaknya mungkin tidak dirasakan langsung. Tetapi banyak penelitian telah membuktikan efek negatif dari kebiasaan mengonsumsi junk food,” ujarnya.

Ada beragam efek yang akan timbul saat berlebihan mengonsumsi junk food. Dampak jangka pendeknya, misalnya rasa lelah, kembung, dan sulit berkonsentrasi. Sementara dampak jangka panjangnya dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan stroke. Terlalu banyak lemak jenuh dalam junk food dapat meningkatkan produksi kolesterol “jahat” dalam tubuh. Itu meningkatkan risiko terkena penyakit jantung.

Dr Nadhiroh juga menyoroti bahwa konsumsi junk food dapat mengganggu fungsi otak, mengurangi konsentrasi, dan merusak ingatan. Serat yang kurang pada junk food membuat perasaan kenyang tidak bertahan lama. Hal itu menyebabkan penurunan energi dan peningkatan rasa lapar.

Dalam konteks risiko kesehatan, faktor-faktor lain seperti gaya hidup dan faktor genetik juga berperan. Kebiasaan mengonsumsi junk food banyak dipengaruhi oleh ketersediaan, paparan iklan dan kesadaran individu. Upaya perubahan perilaku menuju pola makan sehat memerlukan kolaborasi antara individu, pemerintah, akademisi, dan masyarakat.

“Untuk mengurangi dampak buruk konsumsi junk food, perlu adanya pembatasan penjualan dan iklan junk food, promosi makanan sehat sesuai gizi seimbang, dan penelitian lebih lanjut terkait perubahan perilaku. Pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu bekerja bersama dalam merumuskan solusi untuk mengurangi prevalensi konsumsi junk food, khususnya di kalangan anak muda dan mahasiswa,” tutupnya.***unair.ac.id

Related posts

Top Up Google Play melalui DIGI by bank bjb, Praktis dan Bisa Bawa Pulang Rewards Jutaan Rupiah

admin

Dirjen FAO Puji Indonesia Swasembada Pangan dan Upaya Sediakan Pangan untuk Negara Lain

admin

Penelitian: Minum Kopi dan Teh Terlalu Panas Bisa Picu Kanker

admin

BMKG Prediksi Awal Musim Hujan Mulai November 2023, El Nino hingga Awal 2024

admin

Ini Lima Makanan yang Beri Efek Detoksifikasi

admin

Mengenal TB Laten, Infeksi Bakteri TB Tanpa Gejala

admin

Leave a Comment