PPAD Prosperity— Menyebarnya penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak sapi di beberapa provinsi mengkhawatirkan banyak pihak. Salah satu upaya pencegahan agar penyakit tidak menular ke ternak adalah melalui budi daya atau pemeliharaan ternak dengan baik yang diperketat dengan biosecurity.
Kepala Loka Penelitian Sapi Potong (Lolitsapi) drh. Dicky M. Dikman, M. Phill mengemukakan bahwa budi daya sapi dimulai dari manajemen pemeliharaan hingga manajemen kesehatan ternak.
“Pada dasarnya, manajemen budi daya dilakukan untuk menghasilkan ternak yang sehat. Hanya saja memang ada perlakuan khusus selama wabah PMK ini, terutama dengan pengetatan biosecurity,” ungkap Dikman seperti dikutip pada Seminar Berkala Pelayanan Informasi Inovasi Teknologi Peternakan dan Veteriner (TPV), baru-baru ini.
Pola pemeliharaan dapat dilakukan secara intensif, semi-intensif, dan ekstensif. Namun, budi daya ternak di daerah wabah PMK dianjurkan untuk menerapkan pola intensif yaitu dengan cara ternak dikandangkan serta kebutuhan pakan dan air minum disediakan.
“Untuk daerah wabah, kita arahkan sistem intensif untuk mengurangi risiko penularan melalui udara. Untuk pakan yang diberikan dapat berupa hijauan dan konsentrat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan produksinya,” jelas Dikman.
Menurut Dikman, budi daya tersebut dapat diperketat dengan biosecurity sebagai upaya preventif penyebaran PMK. Dikman menjelaskan bahwa biosecurity adalah segala upaya fisik dan tata laksana untuk meminimalkan risiko masuknya agen penyakit ke dalam peternakan, mencegah berkembangnya penyakit, serta mencegah keluarnya agen penyakit dari peternakan.
“Biosecurity itu vital, baik oleh peternakan rakyat ataupun peternakan perusahaan swasta. Untuk perkandangan, kita melakukan pengetatan personel yang keluar-masuk kandang. Kunjungan tamu atau kunjungan lainnya juga ditutup sampai wabah mereda,” ucap Dikman.
Dikman menjabarkan contoh implementasi biosecurity di Loka Penelitian Sapi Potong, Pasuruan, Jawa Timur. Pertama-tama diterapkan sistem one gate dan ditetapkan zona merah, zona kuning, dan zona hijau di perkandangan.
“Zona merah berada di pos sekuriti paling depan yaitu tempat agen penyakit leluasa untuk berkembang karena lalu-lalang masyarakat yang tinggi. Zona kuning berada di tengah kantor yaitu wilayah yang dilengkapi biosecurity untuk petugas yang akan memasuki kandang. Zona hijau dilengkapi semprotan disinfektan untuk masuk ke area kandang yang harus steril,” jelas Dikman.
Beberapa fasilitas yang disiapkan antara lain dipping dan spray disinfektan untuk kendaraan yang keluar-masuk, kelengkapan sanitas untuk petugas kandang seperti loker, kamar mandi, dan shower, bilik penyemprotan untuk petugas, dan sanitasi kandang.
Usaha lain yang perlu dilakukan adalah penyemprotan insektisida pembasmi serangga, lalat, dan hama lainnya di sekitar kandang ternak. Hal ini dilakukan guna menjaga lingkungan kandang tetap bersih dan mencegah penyebaran penyakit.
Lebih lanjut, ternak yang sakit harus segera diobati. Sementara itu, bangkai ternak yang mati karena PMK harus segera dibakar atau dikubur.
“Pada ternak yang terinfeksi dilakukan pemotongan dan pembuangan jaringan terinfeksi. Kaki yang terinfeksi diterapi dengan chloramphenicol atau larutan cuprisulfat. Injeksi intravena preparat sulfadimidine juga dinilai efektif terhadap PMK,” ungkap Dikman.
Selain itu, poin yang tidak kalah penting adalah evaluasi manajemen pemeliharan ternak sapi serta meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
“Saran saya, peternak harus aware dan waspada dengan lingkungan sekitar, selalu membangun komunikasi dengan dinas terkait, petugas BB Veteriner, atau Ditjen PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan) untuk meng-update informasi perkembangan terkini dari wabah PMK,” tutupnya.
PMK merupakan penyakit menular yang menyerang hewan berkuku belah seperti sapi, kerbau, unta, gajah, rusa, kambing, domba, dan babi. Penyakit ini menyebabkan lepuh yang terdapat pada lidah, gusi, hidung, dan kuku hewan yang terinfeksi.***litbangtan/din