PPAD Prosperity— Kayu sengon di Indonesia merupakan salah satu komoditas ekspor penting yang juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri kayu nasional. Kayu ini rata-rata ditanam oleh rakyat di hutan tanaman rakyat. Tahun 2019, penanaman sengon telah mencapai luasan 315 ribu hektar di pulau Jawa. Jumlah ini mencapai sembilan persen dari luasan seluruh jenis kayu lain.
Prof Ulfah Juniarti Siregar, Dosen Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University menguraikan bahwa masih terdapat masalah dalam hutan tanaman sengon. Utamanya serangan hama boktor dan penyakit karat tumor. Hama dan penyakit ini langsung menyerang kayunya sehingga dapat menurunkan produktivitas secara signifikan.
“Sampai saat ini, berbagai metode pengendalian telah dicoba, namun belum ada metode yang efektif dan efisien, karena wilayah tanamannya sangat luas,” jelasnya dalam Friday Scientific Sharing Seminar ke-15 – Pusat Riset Rekayasa Genetika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), belum lama ini.
Menurutnya, intensitas serangan pada hutan monokultur dapat mencapai lebih dari 50 persen. Sedangkan pada hutan campuran mencapai 12 persen. Bila tidak dikendalikan, kerugiannya bisa mencapai 70 persen. “Maka dari itu, salah satu upaya mencegah kerugian lebih lanjut adalah dengan menanam sengon unggul tahan hama dan penyakit,” lanjutnya.
Ia telah melakukan penelitian multigenik dan multi transkrip untuk menggali pohon sengon yang resisten terhadap hama boktor dan penyakit karat tumor. Hal ini dilatarbelakangi oleh keragaman genetik sengon yang cukup tinggi di pulau Jawa. “Harapannya dapat melakukan seleksi genetik terhadap sengon unggul melalui upaya pemuliaan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, penelitian ini dilakukan dengan meneliti aktivitas enzim tripsin dan alfa amilase pada larva boktor. Ditemukan bahwa terdapat beberapa pohon yang resisten karena mengandung inhibitor enzim tersebut. Aktivitas inhibitor pada pohon sehat lebih besar daripada pohon yang rentan.
“Temuan ini mengindikasikan adanya gen-gen penyandi sifat resistensi untuk melawan hama dan penyakit sehingga dilakukan uji keturunan sengon di tempat endemiknya,” katanya. Ia menjelaskan, sifat resistensi sengon dikendalikan oleh faktor genetik dan diturunkan ke keturunan berikutnya. Pohon induk resisten akan menghasilkan keturunan lebih resisten dibandingkan pohon yang rentan.
“Selanjutnya, dilakukan klastering terhadap asesi yang resisten terhadap hama boktor dan penyakit karat tumor berdasarkan penanda molekuler mikrosatelit. Namun masih banyak asesi yang tidak dapat dipisahkan sehingga perlu pendekatan baru untuk dapat membedakan tanaman yang resisten dan rentan dalam upaya pemuliaan,” ujar Guru Besar IPB University ini.
Pendekatan lanjutan dilakukan dengan identifikasi gen resisten dengan menggunakan PCR dan kloning. Analisa transkriptomik lebih lanjut juga dilakukan untuk mengetahui gen rentan dan resisten. Hasilnya, pohon yang resisten memiliki ekspresi gen-gen terkait resistensi hama dan penyakit.
“Pengembangan penanda SNP (single nucleotide polymorphism) dari gen-gen terkait resistensi menunjukkan penanda dapat dipakai untuk mempercepat pemuliaan sengon resisten berbasis genome wide selection,” ungkapnya.***ipb.ac.id