PPAD Prosperity— Saat ini, polusi udara memliki pengaruh sangat besar terhadap kesehatan masyarakat, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Teknologi nuklir dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi polusi udara, yaitu dengan melakukan karakterisasi terhadap partikel yang ada di udara yang membahayakan kesehatan.
“Teknologi nuklir sangat hebat. Dengan teknologi canggih ini, kita berharap permasalahan polusi udara menjadi lebih terang,” kata Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhayatun Santoso dalam acara Nuclear Talk Series, bertema “Teknik Analisis Nuklir untuk Polutan Udara”, sebagai rangkaian kegiatan Indonesia Research and Innovation (InaRI Expo) 2024, di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, dilansir dari brin.go.id
“Inilah yang memacu saya mengoptimalisasi teknologi canggih ini untuk membantu, bagaimana mengetahui karakteristik polutan udara dan melakukan karakterisasi dengan baik, sehingga nanti bisa dicarikan solusinya,” papar Muhayatun.
Polusi udara, kata dia, dapat terjadi karena adanya beberapa sumber, seperti dari alam atau aktivitas manusia. “Yang bersumber dari alam, Indonesia termasuk dalam ring of fire, banyak gunung berapi, kebakaran. Kemudian yang bersumber dari aktivitas manusia, seperti transportasi, industri, dan sebagainya,” katanya.
Di Indonesia, sudah terdapat 17 lokasi alat pemantau polusi udara yang tersebar di beberapa provinsi dan kota besar.
“Kita tidak bisa menyamaratakan kualitas udara di satu kota dengan kota yang lain. Misalkan, sama-sama di Jawa, seperti Jakarta dan Surabaya tentu berbeda, tergantung aktivitas di dalamnya,” sebutnya.
Sensor dan monitor pemantauan udara memberikan data konsentrasi udara, di mana, di dalamnya terdapat partikel yang berbeda-beda. Data partikel tersebut akan dianalisa oleh BRIN dengan menggunakan teknik nuklir, sehingga diperoleh informasi penting untuk dicarikan cara yang tepat dalam mengatasinya.
“Karena partikelnya sangat kecil, maka membutuhkan teknologi yang benar-benar canggih. Partikulat-partikulat udara tersebut, dengan menggunakan energi nuklir sekali tembak, bisa menggunakan gamma, X-ray, atau proton, akan bisa terdeteksi semuanya. Dan uji ini non distructive, partikelnya masih utuh,” jelasnya.
“Teknologi ini dapat memberikan informasi komplet untuk pihak manajemen dalam membuat kebijakan sesuai data untuk daerah masing-masing. Hal ini karena karakteristik masing-masing daerah berbeda, sumber-sumbernya juga berbeda. Sehingga, misalnya sebuah kebijakan di Jakarta tidak bisa langsung diterapkan untuk kota yang lain,” tambahnya.
Dia menyampaikan, BRIN telah berkolaborasi dengan berbagai negara berteknologi maju, untuk melakukan riset terkait polusi udara.
“Tidak semua laboratorium berteknologi maju ada di Indonesia. Di Asia Pasifik, kita bekerja sama dengan 22 negara. Kita juga terlibat dalam proyek dengan International Atomic Energy Agency (IAEA), di mana, kita diberi kesempatan untuk menggunakan fasilitas canggih yang ada di Italia, Newzeland, dan Australia,” ungkapnya.
Menurut Muhayatun, pencemaran udara ini merupakan permasalahan global yang harus ditangani bersama. Partikel yang ada di udara sangat halus dan berada di atmosfer udara dalam jangka waktu cukup lama, serta bergerak dari satu negara ke negara yang lain tanpa batas.
“Jadi, untuk menyelesaikan permasalahan polusi udara, dibutuhkan regional platform. Oleh karena itu, kita perlu berkolaborasi dengan siapapun,” ujarnya.
Muhayatun berharap, BRIN dapat berkontribusi dalam menangani permasalahan ini. Ia juga berharap Indonesia dapat memanfaatkan teknologi nuklir untuk membantu memecahkan permasalahan polusi udara tersebut.
“Dengan menggunakan teknologi ini, pemerintah dapat memperoleh strategi yang tepat dalam membuat kebijakannya. Kita dapat saling bersinergi demi Indonesia yang lebih maju, Indonesia yang lebih sehat, untuk mencapai Indonesia emas tahun 2045,” tegasnya.
Kolaborasi dengan DKI Jakarta
Dalam kesempatan ini, Kepala Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah (UPT LLHD) DKI Jakarta, Diah Ratna Ambarwati mengatakan, kolaborasi dengan BRIN terkait polutan udara sudah dilakukan sejak 2010.
“BRIN meletakkan alat pemantau polusi udara dengan memasang alat di kantor kami yang memang dekat dengan jalan raya. Kemudian datanya secara kontinyu dikirimkan ke BRIN untuk dilakukan analisis menggunakan teknologi nuklir,” terangnya.
“Itu sangat membantu kami. Data hasil analisis yang kami peroleh dari BRIN kami jadikan data komprehensif, sehingga kami bisa mengambil kebijakan untuk daerah perkotaan dalam pengendalian pecemaran udara,” lanjut Diah.
Menurutnya, teknologi ini lebih baik, karena belum ada teknologi lain yang bisa mendeteksi kandungan yang ada di partikulat udara, yang konsentrasinya sangat rendah.
“Mungkin metode konvensional pun belum tentu bisa mendeteksi kandungan partikulat udara dari konsentrasi yang sangat rendah. Harus dengan teknologi yang sensitifitasnya tinggi, akurasi datanya juga tinggi,” terangnya.
Diah mengungkapkan penyebab polusi udara di Jakarta berasal dari sumber bergerak dan tidak bergerak. “75 persen dari sumber bergerak. Beberapa kajian yang telah dilakukan di Jakarta terkait sumber polusi udara adalah disebabkan aktivitas transportasi,” katanya.
Diah mengatakan, pengendalian polusi udara bukan hanya tugas pemerintah, tapi tugas kita bersama.
“Mari kita bersama-sama mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, mari menggunakan trasportasi massal. Kita kurangi merokok, kita harus rutin uji emisi. Itu bisa mengurangi pencemaran yang terjadi di jalan,” ajaknya.
Kepala Pusat Riset Teknologi Analisis Nuklir BRIN, Abu Khalid Rivai berharap, kerja sama BRIN dengan UPT LLHD DKI Jakarta terkait pencemaran udara dapat semakin intensif. “Kita sebagai lembaga riset bisa menyediakan data riset yang dapat menjadi rekomendasi dan kebijakan di KLH,” ujarnya.***